Sejak abad ke 18 Desa Tuntang sudah dilalui kereta api yang menghubungkan kota Yogyakarta-Semarang dengan melalui Magelang, Ambarawa-Tuntang-Bringin-Kedungjati dan Gubug Purwodadi. Pada jaman Belanda, disamping untuk mengangkut hasil perkebunan milik swasta yang berada sekitar radius 20 Km dari Tuntang seperti karet, kopi, pala, coklat, dan teh, sekaligus untuk mengangkut pasukan Belanda dalam mengawasi kawasan Keraton Surakarta dan Yogyakarta.
Akhir abad ke 18 VOC (Verenigde Oost Indische Company) hancur dan banyak hutang. Oleh karena itu Dirk van Hogendorf menyarankan kepada pemerintah agar menjual tanah kepada swasta, sehingga dapat menutup hutang perusahaan. Maka mulai saat itu tanah-tanah di Tuntang dan sekitarnya dimiliki perusahaan swasta dan dijadikan perkebunan tanaman yang laku di Eropa.
Tahun 1806 Belanda diduduki Perancis dan Pemerintahan Bataafche Republik diganti oleh Lodewujk Napoleon. Majelis untuk tanah jajahan di Asia (termasuk Hindia Belanda) diganti dengan Kementrian Jajahan dan Perdagangan. Untuk mengatur keadaan Nusantara dan mengadakan persediaan untu menangkis serangan Inggris, maka diangkatlah HW Daendeles sebagai Gubernur Jenderal di tanah jajahan Belanda.
Namun, beberapa langkah yang diambil Daendeles di pulau Jawa dinilai oleh Pemerintahan Belanda sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu Daendeles diganti dengan Jan Willem Jansen yang datang pada 15 Mei 1811, tetapi Daendeles tidak bersedia terima timbang dengan Jansen.
Saat timbang terima jabatan antara JW Jansen dan Daendeles belum selesei, ternyata pada Agustus 1811 pasukan Inggris telah mendarat di Batavia dan langsung menyerbu Weltevreden dan Mr. Cornelis (Jatinegara). Pasukan Belanda yang dibantu raja-raja Jawa dan Bupati Bengkalan tidak mampu melawan Inggris, karen apasukan bantuan tersebut tidak bersungguh-sungguh. Laskar-laskar Jawa setenga hati membantu Jansen / Belanda karena curiga kepada Inggris jangan-jangan membawa Sunan Emas / keturunannya dari Sailan yang akan didudukkan sebagai sultan di Jawa.
Akhirnya tentara Belanda mundur ke Subang dan akhirnya sampai di Semarang. Pertahanan di Srondol dan Ungaran jatuh sehingga Jansen beserta pasukannya lari ke Tuntang Salatiga dengan harapan:
- Mendapat bantuan logistik dan perlindungan dari pemili-pemilik kebun yang berada di sekitar Tuntang
- Di sekitar Tuntang telah berdiri barak-barak militer yang berasal dari Brigade Artileri II Salatiga
Namun sayang sekali gerakan pasukan Inggris berhasil menangkap Jansen dan harus menandatangani Kapitulasi Tuntang Salatiga yang isinya:
- Pulau Jawa dan semua pangkalan milik Belanda yang berada di Madura, Makasar dan Sunda Kecil harus diserahkan kepada Inggris.
- Serdadu-serdadu Belanda menjadi tawanan Inggris.
- Pegawai-pegawai sipil yang bersedia bekerja sama dengan Inggris masih diberi kesempatan bekerja.
Kapitulasi Tuntang Salatiga akhirnya ditandatangani oleh JW Jansen dan Jenderal Sir Samuel Arehmuty pada 17 September 1811.